Desain Berkelanjutan: Perbaiki Kehidupan Sehari-hari

Dewasa ini, dunia desain merangkul produksi “hijau” dan “bermakna” lebih dari sebelumnya. Konsep tersebut berawal sejauh pada era 1920an, ketika arsitektur Amerika visioner R. Buckminster Fuller mengadvokasi bahwa “less is more” dan desain haruslah “berantisipasi” untuk membantu memecahkan masalah dunia.

01 Nov, 2016 | Oleh LUXUO

luxuo-id-keberlanjutan

Dewasa ini, dunia desain merangkul produksi “hijau” dan “bermakna” lebih dari sebelumnya. Konsep tersebut berawal sejauh pada era 1920an, ketika arsitektur Amerika visioner R. Buckminster Fuller mengadvokasi bahwa “less is more” dan desain haruslah “berantisipasi” untuk membantu memecahkan masalah dunia.

“Baik bagi konsumer dan pembuat, minat pada “yang berkelanjutan” bertumbuh tiap tahunnya” ujar Franck Millot, direktur dari acara tahunan Paris Design Week – sebuah pagelaran besar atas trend terbaru di perkakas dan dekorasi global.

“Seorang desainer tidak hanya membuat obyek yang indah, mereka juga bepikir bagaimana untuk memperbaiki kehidupan sehari-hari,” tambahnya.

Arsitek dan desainer asal Perancis Patrick Nadeau, seorang pionir di taman gantung urban dan desain berbasis tanaman, sudah terbiasa akan pemikiran ini.

“Tanaman, material tumbuhan, dengan warnanya, bahannya, tembus cahayanya, mereka membantu menciptakan kesadaran, sebuah kerangka yang hidup dan berkembang,” ujarnya.

Nadeau menerima pujian akan proyek perumahan sosial ramah lingkungan di Reims, ibukota Champagne.

Despite strict budget constraints, the homes were all made of wood and incorporated plants and sloping earthen walls – as well as optimal orientation – to enhance thermal insulation, lighting and harmony with nature.

Terlepas dari keterbatasan biaya, rumah-rumahnya seluruhnya terbuat dari kayu dan menggabungkan tumbuhan dan tembok tanah miring – dan juga orientasi optimal – untuk menambah insulasi termal, pencahayaan dan harmoni dengan alam.

Transisi energi

Gagasan Fuller bergaung dengan krisis minyak 1970an. Embargo dari Organization of the Petoleum Exporting Countries diberlakukan pada negara-negara industrialisasi akan keterlibatan AS di Perang Arab-Israeli tahun 1973 tiba-tiba menahan pasokan.

Sebagai hasilnya, bangsa-bangsa ini mulai berpikir ulang akan ketergantungan mereka pada minyak. Untuk Nadeau, “energy transisi” pasca-minyak adalah juga tanggung jawab untuk desainer dan arsitek.

“Kita harus merangkul pertanyaan-pertanyaan ini, jika tidak kita akan menyerah pada standar lama ketimbang berpikir tentang cara baru untuk hidup.”

Seseorang yang sudah menanggapi tantangan tersebut adalah Kartell, firma desain high-end Italia yang telah mengangkat plastik sebagai “vector” dari modern selama 70 tahun. Pada April, ia meluncurkan kursi “biodegradable” pertama terbuat dari limbah berbasis tumbuhan dan mikroorganisme.

Eco-design seperti itu memperbolehkan Anda untuk memproduksi tanpa merusak, adalah bagian dari strategi kami untuk masa depan,” presiden Kartell Claudio Luti mengatakan pada harian Perancis Le Monde.

Perubahan tersebut seringkali memerlukan reinterpretasi berteknologi tinggi dari bahan baku lama berbasis tumbuhan seperti material linen dari flax, hemp, jute, rumput laut dan vetiver, akar berserat mudah dianyam yang umum di Madagascar sekarang sangat diminati di Eropa dan AS.

Berabad-abad yang lalu, linen resisten dipadatkan dalam lapisan berturut untuk membuat baju pelindung bagi Alexander the Great dan kanvas lukisan bagi master besar dunia.

Hari ini, ia dicampurkan dengan resin untuk memproduksi papan seluncur salju, kursi, helm dan pintu mobil – sebuah substitusi ramah lingkungan untuk produk yang sebelumnya bergantung pada karbon berbasis bahan bakar gosil dan fiberglass berbasis plastik. Demikian pula, rami kuat digunakan untuk memproduksi lambung kapal.

Other materials find a second – often classier – life through “upcycling”, a movement to repurpose old or discarded objects so they do not add to the world’s garbage mass.

Material lain mendapatkan hidup kedua – seringkali lebih berkelas – melalui “upcycling”, sebuah pergerakan untuk menggunakan kembali obyek tua atau buangan supaya mereka tidak menjadi tambahan bagi limbah dunia.

Satu spesialis dari Paris Design Week adalah firma Belanda dengan moto “from waste to wonderful”. Bernama Rescued, ia menawarkan segalanya dari kandil kertas terbuat dari limbah percetakan hingga bantal kursi terbuat dari selimut lama.

Firma mewah juga telah mengikuti trend tersebut, seperti Hermes dengan laboratorium “Petit h” mendaur ulang bahan sisanya untuk dijual kembali sebagai tatakan mug, gelang, bahkan kincir kulit.

One French designer adds modern bells and whistles such as wifi and bluetooth to big old vintage radios.

Seorang desainer Perancis menambahkan aksen modern seperti wifi dan Bluetooth pada radio tua besar.

Desain lambat

Seiring dengan “upcycling”, mantra lain akhir-akhir ini adalah “slow design” – yang mengambil idenya dari pergerakan Slow Food – “sebuah pendekatan holistik berkelanjutan yang menekankan manfaat jangka panjang dari produk-produk dan dampaknya terhadap kesejahteraan konsumer dan lingkungan,” ujar direktur Design Week Millot.

Dengan “Slow Design”, “ada minat yang diperbarui dalam kepandaian dan kerajinan lama, obyek yang memiliki sejarah, dimana adanya sentuhan manusia dan sebuah hasrat untuk konsumsi yang masuk akal,” ujarnya.

Millot mengakui bahwa menggembar-gemborkan ekologi dalam apa yang sebenarnya sebuah sektor penjualan produk mungkin terdengar bertolak belakang, tetapi berkata ia merasa bahwa generasi desainer muda lebih “sadar akan taruhannya”.

Mereka termasuk desainer industrial Perancis Julien Pheydyaff yang pada 2014 membuat mesin cuci bernama “Unbreakable” – yangn memenangkannya penghargaan prestisius James Dyson, dinamai dari penemu Inggris paling dikenal untuk penyedot debunya.

Didesain agar bertahan selama setengah abad, mesin tersebut hadir dalam sebuah perangkat untuk dirangkai dan dilepas jika ada bagian yang membutuhkan penggantian dan perbaikan – tantangan Pheydyaff untuk “perencanaan keusangan” pada barang berteknologi tinggi dan peralatan rumah tangga yang pembuatnya sering dituduh akan sengaja membatasi usia produk mereka.

Dalam dua tahun, ia mencari partner untuk membantu mengkomersialkan produknya.

Cerita ini juga tersedia dalam bahasa Inggris. Baca di sini: Sustainable Design: Improving Daily Life 


 
Back to top