Luxury / Termewah & Termahal

Jepang Menyerap Budaya Kopi

Sebagai negara yang terkenal akan tradisi tehnya yang rumit, orang-orang Jepang banyak beralih ke kopi sebagai penyegar dari rutinitas sehari-hari. Kafe-kafe hipster bermunculan dimana-mana, menawarkan berbagai minuman yang dikurasi sangat unik untuk memuaskan penggemar kopi yang paling rewel sekalipun.

17 Okt, 2016 | Oleh LUXUO

luxuo-id-tom-dixon-brew-coffee-set-photo

Butuh penyegar? Cobalah kopi rasa leci dengan bubuhan rasa melati, atau espresso ‘Chardonnay’ disajikan dalam gelas anggur – apapun selera Anda, para barista Jepang membawa daya tarik seksual ke dalam minuman ini.

Sebagai negara yang terkenal akan tradisi tehnya yang rumit, orang-orang Jepang banyak beralih ke kopi sebagai penyegar dari rutinitas sehari-hari. Kafe-kafe hipster bermunculan dimana-mana, menawarkan berbagai minuman yang dikurasi sangat unik untuk memuaskan penggemar kopi yang paling rewel sekalipun.

Jepang mengimpor lebih dari 430,000 ton kopi setiap tahun – hanya di belakang AS dan Jerman – serta memiliki sebagian dari barista top dunia.

“Fakta bahwa budaya teh sudah tersedia di Jepang telah membantu membudayakan appresiasi untuk kopi sebagai barang mewah,” Miki Suzuki memberitahu AFP setelah baru saja dimahkotai sebagai barista juara Jepang.

“Orang Jepang memiliki indra perasa yang sangat sensitif, sehingga mereka dapat mengapresiasi perbedaan halus dalam rasa,” ujar wanita berusia 32 tahun.

Suzuki mengagumkan para juri dengan minuman bernitrogen – sebuah teknik yang sering digunakan tempat pembuatan bir untuk mendapatkan busa yang kaya – yang bercorak rasa sitrus yang halus. Untuk tambahan gaya penyajian, ia menuangkannya ke dalam gelas sampanye.

“Sebenarnya saya bahkan tidak suka kopi pada awalnya. Sekarang gol saya adalah untuk menjadi barista wanita pertama untuk memenangi juara dunia,” dia akui.

Jepang memiliki keberlangsungan yang bagus di Kejuaraan Barista Dunia dan Suzuki menantikan untuk menyamai juara tahun 2014 Hidenori Izaki di kompetisi di Seoul tahun depan, dan melebihi Yoshikazu Iwase, runner-up tahun 2016.

Kreativitas dan Karisma

Seperti Suzuki dan tiga kali runner-up nasional Takayuki Ishitani, kreativitas dan karisma mereka telah membuat pembuatan kopi menjadi menarik.

“Dengan gerakan tangan dan sedikit gaya, barista membuat kopi seksi,” ujar Ishitani, menambahkan: “Adalah bagian dari pekerjaan barista untuk memukau pelanggan dan menjadi karismatik, seperti seorang bartender. Penampilan ini adalah bagian dari membangun atmosfir untuk memuaskan pelanggan.”

luxuo-id-japanese-coffee-shop

Di foto ini yang diambil pada 12 Oktober 2016, seorang wanita Jepang meminum minumannya di sebuah kedai kopi di Tokyo. Kafe hipster menawarkan berbagai minuman yang dikurasi unutk memuaskan pelanggan paling rewel sekalipun. © BEHROUZ MEHRI / AFP

Ishitani meracik sebuah ramuan berbuih dengan es kering, rempah wangi dan madu jeruk di Kejuaraan Barista Jepang tetapi berkeras bahwa ia selalu “tidak henti mencari” secangkir kopi yang sempurna.

“Semua adalah tentang kegigihan,” dia menambahkan diantara menuang cappuccino berbuih di toko selancar trendi di distrik Daikanyama di Jepang.

“Orang Jepang sangat memperhatikan detail dengan teliti. Anda tidak berkompetisi melawan barista lainnya, Anda hanya melawan diri sendiri.”

Upacara Minum Teh

Bukti pertama yang didokumentasi atas teh di Jepang dicatat pada abad kesembilan, ketika biksu Budha membawanya kembali dari Cina. Namun, kopi baru mulai populer di Jepang setelah Perang Dunia ke-II, ketika negara tersebut melanjutkan impor.

Starbucks sekarang mengerahkan gudang-gudangnya di lebih dari seribu toko di Jepang, sementara kopi botolan dan kalengan dijual di mesin penjual otomatis atau toserba sudah lama menjadi favorit para pegawai sibuk.

Terlepas dari fakta bahwa para pengolah kopi bermunculan di Starbucks, Jepang telah jauh lebih maju dari saat lokasi berasap di era 80an, yang meyajikan kopi dengan percolator antik – meskipun banyak yang masih bertahan.

Penjualan kopi telah lama melebihi teh hijau, dan lokasi hangout baru dengan seniman latte bermunculan di Tokyo, dan dimana-mana di Jepang yang dapat dengan mudah menyerupai New York atau London.

“Jelas ada ketertarikan yang tinggi di area pembuatan kopi di Jepang,” ujar Scott Conary, salah satu juri di Kejuaraan Barista Jepang.

“Anda akan melihat lebih banyak kafe dengan tenaga yang lebih baik dan kopi yang lebih baik.”

Sementara ritual minum the Jepang semakin dipandang sebagai sisa-sisa era lampa, Ishitani tidak menganggap keseniannya dengan terlalu serius.

“Saya tidak merasa perlu untuk meminum kopi seserius teh,” ujar dia. “Cukup teguk saja – itu adalah sesuatu yang ada untuk melancarkan percakapan.”

Cerita ini juga tersedia dalam bahasa Inggris. Baca di sini: How Japan is Perking Up to Coffee Culture 


 
Back to top